Etnomatematika diartikan suatu bidang yang mempelajari usaha yang dilakukan seseorang dikarenakan adanya perbedaan budaya dengan tujuan untuk menelaah, melafalkan, dan menerapkan konsep berkaitan antara budaya dan matematika. Didalam etnomatematika menelaah bagaimana cara orang memahami, mengekspresikan dan mengaplikasikan konsep budaya yang dinyatakan secara matematis (Hariastuti, 2017: 28). Etnomatematika memiliki potensi untuk membantu siswa mengembangkan minat yang lebih signifikan dalam belajar matematika. Penelitian matematika yang menggunakan etnomatematika telah banyak dilakukan oleh peneliti dengan mengaitkan penelitian matematikanya terhadap kebudayaan tertentu berupa tradisi, rumah adat, permainan tradisional, pakaian tradisional, kerajinan tradisional di suatu daerah tertentu (Haris & Putri, 2014; Risdiyanti & Prahmana, 2017; Lisnani & Asmaruddin, 2018; Ditasona, 2018).
Etnomatematika tidak bisa dipisahkan dari yang namanya kebudayaan lokal. Kebudayaan lokal dapat berupa produk - produk budaya berbentuk artefak seperti bangunan tradisional diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui pemikiran matematika. Menurut Rosa & Orey (2016), etnomatematika didefinisikan sebagai bentuk pengaplikasian keterampilan matematika, ide, prosedur, dan praktik yang diaplikasikan oleh sekelompok budaya melalui konteks yang erat dengan lingkungan budaya sekitar sebagai sumber belajar matematika di sekolah yang menyebabkan pembelajaran matematika lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Penggunaan konteks kebudayaan lokal erat kaitannya dengan salah satu dari 5 karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Berdasarkan kurikulum 2013 revisi 2017, pada pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar terdapat ruang lingkup materi yaitu geometri (Kemdikbud, 2017). Geometri didefinisikan sebagai salah satu materi yang tergolong sukar dipahami oleh siswa padahal materi ini sangat perlu untuk dipelajari oleh siswa. Salah satu bagian dari materi geometri adalah bangun datar (Rahmiati, Musdi, & Fauzi, 2017; Rahmatina, 2017; Sundawan, Irmawan, & Sulaiman, 2019). Bangun datar tersusun atas kumpulan titik, garis, dan bidang sehingga terbentuk bangun dua dimensi. Bangun datar terdiri dari bangun datar segitiga, segiempat, dan lingkaran. Segiempat terdiri dari konsep dan definisi geometri abstrak yang diperlukan untuk memecahkan hal yang terkait dengan penggunaan geometri dalam kehidupan nyata (Nisiyatussani, 2018: 28). Salah satu lingkup geometri yang dipelajari yaitu bangun datar.
Menurut Suryaningrum, dkk (2020: 97), konsep geometri yang diimplementasikan di sekolah dasar berupa bangun datar (bangun yang berbentuk dua dimensi). Ketika seorang guru ingin mengajarkan bangun datar kepada siswa, guru mendapatkan tantangan sendiri untuk bisa menyampaikan konsep bangun datar kepada siswa. Museum merupakan bangunan yang menyimpan berbagai benda yang bernilai sejarah dan budaya sehingga peneliti perlu menjelajahi etnomatematika secara mendalam dengan cara mengeksplorasi bangunan bersejarah Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa karena di dalam museum ini tersimpan berbagai peninggalan kebudayaan kota Palembang dari zaman prasejarah hingga revolusi. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konteks berupa Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa. Museum ini merupakan salah satu museum yang banyak menyimpan peninggalan benda bersejarah dari zaman prasejarah hingga sekarang. Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa ada museum umum yang menyimpan dan memamerkan berbagai koleksi menarik yang dimiliki museum diantaranya adalah koleksi Prasasti Swarnapatra, Arca Megalith Batu Gajah, Ibu Mendukung Anal, Litan Undang-Undang Simbu Cahaya dan lain-lain.
Hal ini bertujuan untuk menggali keterkaitan antara matematika dan budaya, terutama dalam seni arsitektur pada Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa dan mengenalkan bangun datar melalui konteks Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa.
A. Eksplorasi Hubungan Antara Matematika Dan Budaya Dalam Seni Arsitektur Pada Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa
Berdasarkan informasi yaitu brosur yang ada pada museum Bala Putera Dewa seperti Gambar berikut.
Masa plestosen merupakan awal kehidupan prasejarah di Sumatera Selatan ditandai dengan berburu dan mengumpulkan makanan (paleolitik), sekitar 20 ribu tahun yang lalu.
c. Bangsal Arkeologi
Pada Bangsal Arkeologi ini ditampilkan 12 koleksi dari dua periode yaitu arca prasejarah dan 4 koleksi arca tinggalan dari masa kerajaan Sriwijaya (arca Hindu dan Budha). Arca Budha Un-finish berasal dari Desa Bingin Jungut. Kabupaten Musi Rawas yang dipahatkan pada posisi bersila dengan sikap mudranya memperlihatkan telapak tangan terbuka yang jari-jarinya menghadap ke atas (Witarkamudra). Arca Nandi merupakan peninggalan agama Hindu sebagai kendaraan (Wahana) dewa Siwa berwujud seekor lembu yang sedang mendekam.
d. Kerajaan Sriwijaya
Tinggalan arkeologis masa Sriwijaya merupakan sejarah penting untuk mengetahui letak kerajaan Sriwijjaya sesungguhnya, salah satunya Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh Batenberg 29 Oktober 1920 ditepi Sungai Tatang, desa Kedukan Bukit di kaki Bukit Siguntang Palembang.
e. Masa Kesultanan dan Kolonialisme Belanda
Pada masa pemerintahan Pangeran Ario Kesumo (1659-1706 Masehi), pengakuan Palembang atas kedaulatan Mataram dicabut mengingat kurangnya perhatian Mataram kepada Palembang dan mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam yang berpusat dui lokasi bekas Keraton Palembang lama (Kuto Gawang).
f. Masa Pendudukan Jepang
Mewakili pada masa ini ada beberapa koleksi yang dipamerkan yaitu berupa pedang katana, pakaian Heiho dan mata uang Jepang. g. Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia Koleksi-koleksi yang dipamerkan pada masa ini adalah pakaian duplikat tokoh pejuang Dr. A.K. Gani, Kolonel H Barlian, Laskar Pejuang dan mata uang.
h. Kerajinan Tradisional
Sumatera Selatan juga dikenal kaya akan kerajinan tradisional, diantaranya tenun, ukiran, anyaman, dan kerajinan lak. Benda-benda tersebut dapat berfungsi sebagai benda sacral atau profane. Songket merupakan salah satu produk unggulan daerah Sumatera Selatan di samping Gebeng, jumputan dan batik.
i. Arsitektur Tradisional Sumatera Selatan
1) Rumah Limas
Rumah Tradisional Sumatera Selatan ini yang sebagian masyarakat menyebutnya dengan “Rumah Bari” terpamerkan di Museum Negeri Sumatera Selatan. Rumah limas ada sejak masa kesultanan Palembang (pertengahan tahun 1550-1823 Masehi) dan pada awalnya merupakan milik warga keturunan Arab. Pada tanggal 29 Agustus 1995 museum Balaputera Dewa mendapat kunjungan kepala Negara Belanda, Ratu Beatrix dan Pangeran Clans beserta rombongan yang berkenan melihat bangsal arca dan rumah limas. Bank Indonesia mengabadikan Rumah Limas Tradisional Sumatera Selatan pada uang Rp.10.000,-
2) Rumah Ulu
Salah satu rumah tradisional yang berkembang di daerah uluan (hulu sungai musi). Syarat-syarat rumah ulu yaitu kendi berisi air dari tujuh sungai sebagai lambang tujuh penjuru angin dengan maksud agar tahan terhadap bencana alam gempa bumi.
B. Pengenalan Bangun Datar Melalui Konteks Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputera Dewa.Museum ini memiliki bentuk bangunan yang erat dengan konsep bangun datar terdapat pada Gambar berikut :